Grup musik Ki Ageng Ganjur (KAG) dari Yogyakarta, Indonesia hadir di Vatikan 1 Desember 2024 hingga 7 Desember 2024 untuk melaksanakan misi dialog lintas iman melalui musik tradisi, salah satu agendanya adalah silaturahmi dan berdialog dengan para pastur Vatikan di Gedung Dikasteri Dialog Antar-Agama. Kehadiran KAG diterima Romo Markus Solo Kewuta, SVD, seorang pastur ahli Islamologi yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Saat ini Romo Markus bertugas di Vatikan menangani desk Relasi Katolik-Muslim wilayah Asia-Pasifik. Romo Markus juga menjabat sebagai Wakil Presiden Yayasan Nostra Aetate “Pendidikan Dialog Lintas Agama” pada kantor Dewan Kepausan untuk Dialog Antar-Umat Beragama yang berkedudukan di Vatikan. Beliau menjadi penerjemah Paus Fransiskus saat berkunjung ke Indonesia bulan September lalu. Romo Markus menerima KAG dan delegasi dari Indonesia lainnya di depan lukisan besar bergambar Paus sedang membuka tangan sambil menerima beberapa orang, di antaranya ada wajah Dalai Lama, Gandhi, sultan dari Timur Tengah, dan beberapa orang lainnya.
Sebelum dipersilakan masuk ruangan, Romo Markus menjelaskan makna dan asal usul lukisan tersebut. Menurut penjelasan Romo Markus, lukisan itu berasal dari seorang pelukis perempuan yang dibuat tahun 1978 dan diserahkan pada Paus, sebagai ekspresi atas keterbukaan sikap Paus untuk dialog dan menerima perbedaan.
Tangan terbuka Paus yang ada di gambar itu mencerminkan adanya keterbukaan dalam menerima perbedaan iman. Sedangkan, beberapa tokoh yang ada di hadapan Paus adalah cermin dari perbedaan iman penduduk dunia yang harus dirangkul dan diajak dialog.
Lukisan tersebut juga menunjukkan bayang-bayang tubuh paus yang berbentuk salib dan berada di bawah kaki para tokoh agama. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menerima dialog diperlukan kerendahan hati dan keikhlasan diri.
Saat sedang mendengarkan penjelasan dari Romo Markus mengenai makna lukisan, tiba-tiba Dubes Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono datang dan bergabung dengan KAG. Setelah menjelaskan lukisan di dinding kantor, Romo Markus mengajak rombongan KAG masuk dalam salah satu ruang pertemuan.
Dalam ruangan itu telah tertata kursi dengan rapi dan microphone di tiap-tiap kursi. Seluruh anggota rombongan KAG masuk dan mengambil tempat duduk bersama Pak Dubes dan Romo Markus. Turut hadir dalam dialog ini adalah Pendeta Bona Fentura dari Afrika dan seorang pendeta perempuan dari Italia.
Setelah semua duduk, Romo Markus menyambut secara resmi kedatangan rombongan KAG. Beliau mengucapkan selamat datang dan berterima kasih atas kunjungan KAG ke Vatikan, kemudian mempersilakan pimpinan rombongan untuk memperkenalkan para anggota.
Ngatawi Al-Zastrouw sebagai pimpinan rombongan kemudian memperkenalkan seluruh anggota satu per satu, lengkap dengan nama dan posisinya dalam roadshow KAG. Setelah itu, Zastrouw menjelaskan sejarah singkat dan profil KAG beserta visi, misi, dan gerakan yang telah dilakukan. Dalam sambutannya, Zastrouw juga menjelaskan tujuan dan misi kedatangan KAG ke Vatikan. Zastrouw menyatakan bahwa misi dari kunjungan ke Vatikan adalah untuk merajut perdamaian dan persaudaraan lintas iman serta menyuarakan pentingnya dialog lintas agama melalui budaya.
Selain itu, misi roadshow Ganjur ke Vatikan dan Roma juga untuk menunjukkan wajah Islam Nusantara yang ramah, toleran, dan moderat kepada publik internasional. Menanggapi apa yang disampikan Zastrouw, Romo Markus menyatakan bahwa apa yang dilakukan KAG merupakan langkah penting dan perlu mendapat dukungan. Hal ini sangat sesuai dengan fungsi salah satu Dikasteri yang ada dalam struktur pemerintahan Vatikan, yaitu Dikasteri Dialog Antar-Agama.
Untuk memahami apa itu dikasteri, Romo Markus memberikan penjelasan singkat tentangnya. Dikasteri adalah kumpulan lembaga administratif Vatikan yang membantu Paus dalam pemerintahan gereja Katolik. Dikasteri dapat diartikan sebagai sebuah “kementerian” atau “lembaga-lembaga negara”.
Sebagaimana tercantum dalam Preadicate Evangelium, saat ini terdapat 16 dikasteri dalam Kuria Romawi, di antaranya Dikasteri untuk Evangelisasi, Dikasteri untuk Pelayanan Amal, Dikasteri Kebudayaan dan Pendidikan, Dikasteri Dialog Antar-Agama, dan lain-lain.
Setelah menjelaskan perihak dikasteri, Romo Markus kembali mengingatkan pentingnya dialog antaragama untuk menciptakan perdamaian dunia.
“Terus terang, pihak gereja dulu pernah bersikap tertutup terhadap perbedaan, menganggap kafir dan sesat terhadap mereka yang berbeda. Tak ada jalan keselamataan di luar gereja Katolik. Sikap seperti itu justru membuat manusia terkotak-kotak sehingga mudah terjebak dalam konflik, hingga akhirnya gereja membuka diri untuk dialog,” demikian penjelasan Romo Markus pada kami.
Konsili Vatikan II yang mengubah pandangan ini. Konsili Vatikan II menegaskan perlunya Gereja Katolik bagi keselamatan, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus. Namun, di sisi lain, Gereja mengakui bahwa mereka yang berada di luar gereja, dalam segala kejujuran hatinya dan pencariannya terhadap Allah, dapat diselamatkan. Ini artinya Gereja Katolik mengakui adanya jalan keselamatan lain selain Gereja Katolik.
Konsili Vatikan II ini menjadi dasar pentingnya dialog antara Gereja Katolik dengan umat beragama dan penganut kepercayaan lain. Dua alasan dasar bagi dialog anta agama adalah, pertama, meskipun kita semua berbeda tapi sama-sama ciptaan Allah yang satu dan sama, sehingga Diapun hadir dan berkarya di luar tubuh gereja; kedua, kitas sebagai keluarga umat manusia.
Selanjutnya, Romo Markus menjelaskan adanya empat jenis dialog. Pertama, dialog kehidupan, yaitu dialog yang dilakukan melalui praktik kehidupan, misalnya hidup bersama dalam kehidupan sehari-hari dalam satu lingkungan masyarakat yang majemuk.
Kedua, dialog kerja sama. Dialog ini dimaksudkan untuk peningkatan martabat manusia, seperti terlihat pada kerja sama antarlembaga atau organisasi internasional di mana umat kristiani dan pemeluk agama lain bersama-sama menghadapi masalah dunia.
Ketiga, dialog refleksi teologi, yaitu dialog yang dilakukan oleh para ahli dan orang-orang yang memiliki kemampuan teologis. Dialog ini dimaksudkan untuk membentuk sikap saling memahami dan dapat menerima perbedaan teologis.
Keempat, dialog spiritual (sharing iman). Dailog ini dimaksudkan untuk saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani masing-masing pribadi. Dalam dialog ini masing-masing penganut agama berbagi pengalaman doa, kontemplasi bahkan pengalaman iman dalam arti yang lebih mendalam, misalnya pengalaman mistik.
Terkait dengan masalah seni, Romo Markus menyampaikan bahwa Paus Fransiskus memang bukan seorang seniman dan kurang begitu tertarik pada seni yang hingar bingar. Namun, beliau memiliki perhatian besar terhadap seni dan memandang seniman sebagai sosok penting dalam membangun dunia baru. Hal ini disampaikan Paus Fransiskus kepada para seniman yang berpartisipasi dalam rapat yang ditujukan untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-50 Peresmian Koleksi Seni Modern Museum Vatikan di Kepel Sistina, 23 Juni 2023.
Pada kesempatan tersebut, Bapa Paus Fransiskus menyampaikan: “Anda para seniman dan seniwati memiliki kemampuan untuk memimpikan dunia versi baru. Dan ini penting; dunia versi baru. Kemampuan memperkenalkan hal-hal baru ke dalam sejarah.”
Setelah dialog, Romo Markus mempersilakan rombongan KAG menyanyikan lagu dengan alat musik akustik. Dalam kesempatan tersebut, KAG membawakan dua lagu, yaitu Ya Rasulallah dan Damai Bersamamu.
Meski dengan alat musik akustik seadanya, namun lagu yang dinyanyikan KAG membawa kesan mendalam. Silaturahmi lintas iman kali ini benar-benar telah membangun kesadaran bersama tentang pentingnya dialog dan saling pengertian antarumat beragama
Acara ditutup dengan foto bersama dan dilanjutkan dengan kunjungan ke Museum Vatikan dan Gereja Basilika Santo Petrus.
Penulis:
Ngatawi Al Zastrouw, Ketua Delegasi Indonesia untuk Dialog Lintas Iman dan Pimpinan Ki Ageng Ganjur