Kenapa Geothermal TNGGP di Tolak ?

 

CIANJUR – Seiring dengan dilaksanakannya FGD (Focus Group Discusion ) ke 2 yang dihadiri beberapa stekholder ( pihak pemerintah, akademisi, komunitas, media ) muncul berbagai penolakan dikalangan masyarakat cianjur sekitar gunung gede pangrango.
Walaupun tahapan pengembangan Geothermal Gede Pangrango ini baru memasuki tahap sosialisasi dan kajian dari Balitbang Kementrian ESDM, tetapi masyarakat sudah mulai antusias untuk membahas dampak dari pengembangan Geothermal di kawasan TNGGP ini. Baik dampak positif maupun dampak negatif.
Walaupun tidak dipungkiri dampak positif dari upaya pemerintah dalam proses transisi energi berbasis fosil ke renewable energy sangatlah patut mendapat dukungan, akan tetapi perlu di pertimbangkan ‘apakah’ pengembangan Geothermal di dalam kawasan TNGGP harus dilakukan.
Apakah pengbangan Geothermal ini merupakan sumber enegi yang benar-benar bersih dan aman.
Mengingat Kawasa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan kawasan konservasi dengan ekosistem yang masih asli sebagai penyangga kehidupan wilayah di sekitarnya.
Dan yang harus di ingat dengan potensi flora dan fauna yang cukup besar, TNGGP ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh UNESCO pada tahun 1977. Dengan statusnya sebagai cagar biosfer dunia, kiranya sulit kita akan menerima pengembangan Geothermal di dalam kawasan.
Hal yang paling penting dan harus di ingat oleh kita, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango selain didalamnya terdapat ekosistem penyangga kehidupan wilayah sekitarnya, juga merupakan pusat pendidikan, tempat pariwisata yang banyak di kunjungi dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang sangat besar.
Potensi hidrologi yang sangat tinggi karena merupakan hulu dari 4 DAS besar ( Cimandiri, Ciliwung, Cisadane, Citarum ) yang dengan 60 sungainya merupakan bagian dari pemasok air bagi 4 PLTA yang ada ( Cimandiri, Cirata, Saguling, Jatiluhur ).
Lalu yang perlu dipertimbangkan, apakah dengan dikembangkannya Geothermal di kawasan Gede Pangrango akan tetap menjamin ketersediaan air ,terutama untuk PLTA Cirata, PLTA Saguling, PLTA Jatiluhur. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut, sebab dibeberapa tempat potensi air permukaan berkurang telah terjadi karena pengaruh dari dampak terbukanya lahan hijau akibat pengembangan Geothermal.
Mari kita pertimbangkan lebih matang tentang pengembangan Geothermal di kawasan konservasi Gede Pangrango!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini