Anggota DPR RI: Pemkot Depok Tong Kosong Nyaring Bunyinya Di Gong Si Bolong

FOTO: Kong Buang, Pelestari Gong Si Bolong Kesenian Asli Depok.

BEJI – Gong Si Bolong, Kesenian Tradisi Warisan Budaya Depok, ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dalam Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021 oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi tanggal 26 – 30 Oktober 2021.

Menurut Sekretaris Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporyata) Kota Depok Eko Herwiyanto, pada sidang penetapan tersebut terdapat 289 karya budaya menjadi WBTb Indonesia 2021. Seluruhnya berasal dari 28 provinsi di Indonesia.  “Alhamdulillah Gong Si Bolong yang merupakan usulan warisan budaya telah ditetapkan sebagai WBTb 2021,” ujar Eko dikutip dari website resmi Pemkot Depok.

FOTO: Walikota Depok, Muhammad Idris, merasa bahagia dan bangga Gong Si Bolong dapat penghargaan.

Penghargaan tersebut langsung disambut gembira oleh Pemerintah Kota Depok khususnya Walikota Depok. Muhammad Idris sempat mengucapkan rasa bangganya melalui akun medsosnya dan membuat poster digital mengenakan baju pangsi khas Betawi Depok dengan latar belakang Gong Si Bolong.

Namun belakangan diketahui bahwa rupanya ada kisah yang tak mengenakan dibalik capaian yang jadi kebanggan Kota Depok ini. Pengalaman pahit itu dirasakan langsung oleh almarhum Buang Jayadi, atau yang akrab disapa Kong Buang, pewaris benda tersebut

Usut punya usut, ketika masih hidup dan dipercaya untuk melestarikan budaya dari Kecamatan Beji Depok itu, Kong Buang ternyata beberapa kali dikecewakan Pemerintah Kota Depok.

Hal itu diungkapkan oleh anggota DPR RI Komisi 10, Nuroji, yang juga seorang budayawan asli Kota Depok. Nuroji tahu persis kekecewaan Kong Buang, lantaran ia memang memiliki hubungan yang cukup dekat dengan almarhum, selain dia juga sama-sama warga Beji. Menurut Anggota DPR RI tiga periode Daerah Pemilihan Kota Depok dan Kota Bekasi ini, bahwa Pemkot Depok ibarat Tong Kosong Nyaring Bunyinya terhadap nasib kesenian tradisi Gong Si Bolong. “Kepedulian sangat minim, tapi merasa seolah karena jasa mereka kesenian ini bisa dilestarikan dan mendapat penghargaan,” ujar Noroji yang memang sangat dekat dan peduli dengan almarhum Kong Buang pelestari Gong Si Bolong.

“Karena penghargan Gong Si Bolong ada Idris-nya, saya jadi serba salah. Saya bilang, saya bangga tuh lihat Idris begini (mejeng di penghargaan Gong Si Bolong pakai baju pangsi), artinya bangga dengan baju budaya, begitu dong,” kata Nuroji mengawali unek-uneknya pada awak media, pada Jumat (12/11).

“Nah cerita tentang perhatian itu (Gong Si Bolong), jujur saja demi Allah Kong Buang itu sangat sering beberapa kali curhat tentang perhatian dinas, sangat kurang, bahkan sangat tidak proporsionallah,” sambungnya.

Pewaris Gong Si Bolong Nangis

Ia mengungkapkan, pernah suatu hari, Kong Buang menemui dirinya dengan wajah melas. Dan ternyata ia mengaku merasa tak dihargai oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Pemkot Depok.

“Saya tanya kenapa kong? Iya Ji gua abis main di dinas, abis diundang di dinas, masa gua dibayar Rp 450 ribu. Saya bilang, ah yang bener kong? Iya, buat bayar pick up aja udah habis Rp 400 ribu, terus gua bayar panjak (personil) gimana inih?,” tanya Kong Buang kala itu.

“Ya jelas dong saya nggak akan tinggal diam. Saya punya rasa tanggungjawab moral. Ini benar-benar keterlaluan, saya jadi marah, masa pemda nyuruh main ngundang tapi dibayar cuma Rp 450 ribu, demi Allah, ini cerita Kong Buang ke saya,” timpalnya lagi.

Menurut Nuroji, setidaknya ada harga yang pantaslah untuk sekelas seniman senior sekaligus sesepuh pewaris budaya tersebut.

FOTO: Ir.H. Nuroji,M.Si, Anggota DPR RI dan Budayawan Depok.

“Kalau saya minimal ngasih Rp 6-7 jutalah, kalau ngundang dia. Saya pribadi aja mau, masa pemda yang punya anggaran segitu Rp 450 ribu. Organ tunggal aja kaga mau segitu (Rp 450 ribu), coba (sambil nunjuk otak) dimana itu, saya waktu itu sangat emosional.”

Peristiwa itu sempat membuat Kong Buang merasa sedih. “Gila, menghargai seniman senior dan dia pewaris budaya, ya mau nangislah aki-aki ini kan. Itu kejadian kalau nggak salah tahun 2016 atau 2017 an, saya agak lupa,” tuturnya.

Tak Dibayar Hingga Batal Tampil

Bukan itu saja, pengalaman tak kalah menyedihkannya lagi adalah ketika Kong Buang dan sanggarnya diundang Kesbangpol untuk mengisi acara di Cimanggis. Kala itu temanya adalah Kampung Pembauran.

“Main dah tuh Gong Si Bolog, nah pulangnya ke saya lagi. Dia (Kong Buang) bilang, Ji saya yang bayar siapa? Nih gimana sih, Kesbangpolnya belum bayar, ya akhirnya saya lagilah (yang bayarin). Saya prinsipnya nih orangtua. Jadi perhatiannya sangat-sangat mengecewakanlah. Jadi banyak (kasus) nih,” katanya.

Kemudian, pil pahit itu kembali dirasakan oleh Kong Buang ketika diminta untuk mengisi acara dalam festival budaya pada perayaan ulang tahun Kota Depok.

“Nah kita dari Beji siapkan dah Gong Si Bolong, saya sewain truk, kan nggak mungkin dipanggul, berat. Eh udah saya sewain truk, camat bilang nggak jadi, nggak tahu, nggak  boleh tampil katanya,” kenang Ketua Dewan Kesenian Depok tersebut.

Aset yang Disia-siakan

“Nah sekarang teman-teman tanya dimana konstribusinya Pemkot Depok pada Gong Si Bolong? Ya nggak tahu, yang saya tahu nggak ada, bahkan yang ada menyia-nyiakan aset ini,” timpalnya lagi.

Bahkan, menurut sepengetahuan Nuroji, penetapan WBTB itu merupakan hasil rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Nah harapan saya, sudah dapat penghargaan begini, ya mbok datang gitu loh, dipanggil ini pewarisnya. Sampai sekarangkan belum dipanggil, di telepon kek, eh kaga. Nah sampai hari ini belum. Minimal ditelepon selamat ya.”

Lebih lanjut Nuroji mengatakan, dirinya tidak ingin menghakimi Wali Kota Depok, Mohammad Idris. Namun ia merasa perlu untuk menyampaikan kritik demi kemajuan budaya di kota ini.

“Saya nggak men just Idris ngaku-ngaku, nggak. Saya senang, malah ikut bangga,” katanya.

Sementara itu, generasi ke tujuh, pengganti Kong Buang Jayadi, Sarif Hidayat juga mengaku, sampai saat ini pihaknya belum pernah diundang atau minimal ditelepon oleh pihak Pemkot Depok atas capaian tersebut.

“Kalau ke saya langsung belum. Memang terus terang hingga saat ini untuk di tingkat Depok belum ada,” ucapnya dengan nada lesu. (sbd/*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini